Wednesday, November 08, 2006
0
idn Wants You !
Ada tawaran dari Idn Mag SG, buat yang mau ngirim karya langsung aja kirim ke brian (infekt), email :infekt_design@yahoo.com. Bisa juga taro alamat e-mail ke kotak surat saya (lihat bagian profile) nanti saya forward formulir yang sudah Brian siapin. Ok. Ditunggu (Via Handono Chen).
Tiga Karakter Desain dan Desainer
Sebelumnya saya harus ngomong bahwa pengkategorian ini bukan bermaksud untuk mensubordinasikan atau bahkan mengkonfrontasikan satu kategori dengan yang lainnya. Lebih praktis dari itu, tulisan ini dibuat agar kita punya instrumen tambahan - bagi calon-calon klien dalam memilih jenis desain & desainer yang dibutuhkan, dan bagi desainer; untuk mempelajari dan mengatur posisinya masing-masing.Stefan Sagmeister dan David Carson membedakan desainer kedalam dua karakteristik, sementara saya sendiri mengamati bahwa sedikitnya ada tiga karakteristik besar:
1. Content Driven
Ini satu karakteristik dimana desainer mempunyai kecenderungan dalam mengolah ide dasar dari media, distribusi, dan strategi-strategi lain lebih dari visualisasi 2 dimensional (grafis). Ketika anda menyebutkan kata Poster misalnya, yang ada di kepala desainer ini adalah satu medium khusus dengan format, distribusi, material, teknik produksi, interaksi dan hal lain untuk dieskplorasi. Desainer seperti ini selalu mengerjakan visualisasi di bagian akhir dan hanya sebagai bagian implementasi dari strategi-strategi konseptual. Tidak lebih dari itu. Walhasil, mereka sukar memutuskan untuk loyal pada satu style visualisasi, in fact mereka bisa berkarya dengan banyak kemungkinan style visual. Beberapa kadang bisa secara drastic melompat dari satu karakteristik visual ke karakter visual yang lain.
2. Style driven
Kategori ini justru sangat loyal pada satu karakter visualisasi tertentu. Menganggap style visual tertentu sebagai bagian dari personalitynya, desainer seperti ini bekerja seperti seorang fashion stylists, pelukis atau pegrafis. Berawal dan selalu berfokus pada visualisasi. Ketika anda menyebutkan kata Poster misalnya; mereka langsung membayangkan visualisasinya. Eksplorasi, eksperimen dan studi mengenai graphical form (bentuk/ kemasan dari sebuah makna) menjadi unsure yang paling dominan dalam ketekunannya. Stefan Sagmeister mengklaim bahwa David Carson adalah salah satu model yang tepat bagi spesies ini.
3. Kombinasi dari keduanya
Jenis yang saya maksud disini adalah yang kuat di content dan style visual. Dari kedua kategori diatas spesies ini barangkali yang paling langka. Sampai saat ini saya hanya bertemu dengan sedikit sekali. Barangkali memang lebih mudah untuk berkonsentrasi pada satu hal saja daripada dua hal sekaligus.
Yang tak kalah menarik untuk dicermati menurut saya ialah bahwa pertama; industri desain sampai saat ini tidak banyak menyisakan cukup ruang bagi desainer untuk survive hanya dengan satu cara yang steril dan terkotak di salah satu kategori saja. Pada prakteknya, kita bisa amati bahwa kadang content driven designer juga mendesain dengan - stylistically - visual driven, demikian juga sebaliknya. Jadi tidak sehitam putih itu. Kedua; tidak ada yang lebih ‘baik’ atau ‘benar’ dari keduanya selain bahwa masing-masing punya banyak alasan sehingga sampai di posisi tersebut, dan efektifitas penggunaannya sangat bergantung dengan jenis pekerjaan, segmen audiens, dan medium yang tepat dengannya. Ketiga; Butuh kecermatan khusus dalam melihat seluruh rangkaian portfolio, dan latar belakang kedirian sebelum mengklaim di posisi mana sebetulnya seorang desainer bisa menemukan kekuatan maksimalnya.Yang jelas pemilahan ini bisa dilihat sebagai pemposisian diri, karya dan aktifitas desain. Sehingga klien dan calon klien, desainer, ataupun pengamat bisa memilih, mencoba dan mengerjakan pekerjaanya lebih positif, fokus, strategis dan juga efektif. Mudah-mudahan begitu ya ;-).
1. Content Driven
Ini satu karakteristik dimana desainer mempunyai kecenderungan dalam mengolah ide dasar dari media, distribusi, dan strategi-strategi lain lebih dari visualisasi 2 dimensional (grafis). Ketika anda menyebutkan kata Poster misalnya, yang ada di kepala desainer ini adalah satu medium khusus dengan format, distribusi, material, teknik produksi, interaksi dan hal lain untuk dieskplorasi. Desainer seperti ini selalu mengerjakan visualisasi di bagian akhir dan hanya sebagai bagian implementasi dari strategi-strategi konseptual. Tidak lebih dari itu. Walhasil, mereka sukar memutuskan untuk loyal pada satu style visualisasi, in fact mereka bisa berkarya dengan banyak kemungkinan style visual. Beberapa kadang bisa secara drastic melompat dari satu karakteristik visual ke karakter visual yang lain.
2. Style driven
Kategori ini justru sangat loyal pada satu karakter visualisasi tertentu. Menganggap style visual tertentu sebagai bagian dari personalitynya, desainer seperti ini bekerja seperti seorang fashion stylists, pelukis atau pegrafis. Berawal dan selalu berfokus pada visualisasi. Ketika anda menyebutkan kata Poster misalnya; mereka langsung membayangkan visualisasinya. Eksplorasi, eksperimen dan studi mengenai graphical form (bentuk/ kemasan dari sebuah makna) menjadi unsure yang paling dominan dalam ketekunannya. Stefan Sagmeister mengklaim bahwa David Carson adalah salah satu model yang tepat bagi spesies ini.
3. Kombinasi dari keduanya
Jenis yang saya maksud disini adalah yang kuat di content dan style visual. Dari kedua kategori diatas spesies ini barangkali yang paling langka. Sampai saat ini saya hanya bertemu dengan sedikit sekali. Barangkali memang lebih mudah untuk berkonsentrasi pada satu hal saja daripada dua hal sekaligus.
Yang tak kalah menarik untuk dicermati menurut saya ialah bahwa pertama; industri desain sampai saat ini tidak banyak menyisakan cukup ruang bagi desainer untuk survive hanya dengan satu cara yang steril dan terkotak di salah satu kategori saja. Pada prakteknya, kita bisa amati bahwa kadang content driven designer juga mendesain dengan - stylistically - visual driven, demikian juga sebaliknya. Jadi tidak sehitam putih itu. Kedua; tidak ada yang lebih ‘baik’ atau ‘benar’ dari keduanya selain bahwa masing-masing punya banyak alasan sehingga sampai di posisi tersebut, dan efektifitas penggunaannya sangat bergantung dengan jenis pekerjaan, segmen audiens, dan medium yang tepat dengannya. Ketiga; Butuh kecermatan khusus dalam melihat seluruh rangkaian portfolio, dan latar belakang kedirian sebelum mengklaim di posisi mana sebetulnya seorang desainer bisa menemukan kekuatan maksimalnya.Yang jelas pemilahan ini bisa dilihat sebagai pemposisian diri, karya dan aktifitas desain. Sehingga klien dan calon klien, desainer, ataupun pengamat bisa memilih, mencoba dan mengerjakan pekerjaanya lebih positif, fokus, strategis dan juga efektif. Mudah-mudahan begitu ya ;-).
Sebelum Proyek Desain Kamu Bermasalah
Saya sendiri pernah mengalaminya dalam skala kecil. Banyak kerja sama desain berujung pada masalah. Beberapa dari itu kemudian menuai konflik yang dramatis dan berkepanjangan. klien atau desainer mengklaim salah satu pihak kurang kreatif, kurang artistic, tidak tertib, malas, tidak jelas, dan lainnya. Ini kejadian tipikal. Tips berikut ini mudah-mudahan dapat membantu:
Know Your Project
Usahakan untuk berpikir jernih, objektif dan betul-betul melihat relevansi kebutuhan dari proyek desain itu. Apakah hal-hal strategis sudah diselesaikan sehingga yang dibutuhkan adalah betul-betul desain visual ? desain visual seperti apa yang akan berdampak optimal bagi proyek ini ? Intinya adalah bahwa proyek akan dapat diinisiasi lebih efektif kalau setiap personel tahu secara spesifik karakteristik dari proyeknya dan tenaga profesional seperti apa yang dibutuhkan Apabila perlu, diskusikan karakter dan kebutuhan proyek dengan konsultan yang relevan.
Know Your Partner
Riset akan sangat berguna dalam bentuk yang paling sederhana sekalipun. Cari tahu lebih banyak mengenai calon partner.Cermati portfolio (karya dan attitude) nya. Seleksi pertama harus berjalan melalui itu. Simak personalitasnya, be very sensitive. Seringkali masalah muncul karena salah satu atau kedua belah pihak sudah bermasalah sebelum proyek diinisiasi namun gagal dikenali atau dianggap tidak penting (suatu saat kita mungkin harus menamparkan mouse yang kita pegang ke kepala kita sendiri supaya selalu ingat bahwa mempersiapkan dengan cermat segala sesuatunya diawal proses akan jauh lebih efektif – seringkali seperti menabung langkah - daripada mempercepat pengerjaan proyek tanpa persiapan yang memadai. Come on man. Bade kamarana atuh ?!).
Diskusikan terlebih dahulu secara rinci kebutuhan kreatifitas proyek, karakteristik karya, dan hal-hal yang terkait dengan pengerjaannya, sampai tidak ada satu halpun yang mengganjal. Apabila tidak dapat diusahakan titik temu, tidak usah merasa terbebani. Kadang cara pandang dan kebiasaan kerja yang sudah demikian terpola memang sulit untuk dirubah dalam waktu cepat. It’s humanely ok. Yang jelas, sebelum surat kontrak ditanda tangani, klien atau desainer betul-betul dalam posisi bebas untuk mencari pasangan kreatif dan partner ekonomi-nya ;-). Kalao calon partner researchedly ok, langkah selanjutnya akan lebih mudah dilakukan.
Work with it
Ya. Bekerjalah bersama, berkolaborasilah. Kita harus akui bahwa karya desain by order adalah teamwork. Tidak ada alasan untuk tidak mendengarkan masukan selama didiskusikan secara intensif dan dalam semangat kolaboratif.
Jangan lupa buat pencatatan yang mencukupi. Surat kontrak kerja dan kelengkapan administrasi lain adalah item yang kelihatannya remeh, namun seringkali terbukti fungsional dalam menjaga kerja sama agar tetap berjalan di relnya.
Saya piker selama kedua belah pihak saling mengenali karakter dan posisinya masing-masing, mensiapkan dan memperlakukan segala sesuatu dengan cermat - baik sebelum proyek mulai - ketika proyek sedang berjalan dan sesudah proyek selesai – mendiskusikan segala sesuatunya secara teliti, tidak ada satupun yang dapat melemahkan prospek hasilnya kecuali, well tentu saja, Force Majeur (jangan lupa diskusikan point ini sebelum sign kontrak). Melalui tulisan ini saya ingin mendiskusikan bahwa permasalahan yang utamanya bukanlah waktu atau deadline yang terlalu ketat, bukan biaya yang tidak mencukupi, bukan pula masalah ketidak lengkapan administrasi, kemiskinan kreatifitas atau yang lainnya, melainkan satu kondisi dimana kita gagal melihat desain sebagai sesuatu yang penting dan berharga yang membutuhkan treatment khusus di setiap sisinya. Dalam kondisi ini pantas saja banyak proyek desain bermasalah ;-).
Know Your Project
Usahakan untuk berpikir jernih, objektif dan betul-betul melihat relevansi kebutuhan dari proyek desain itu. Apakah hal-hal strategis sudah diselesaikan sehingga yang dibutuhkan adalah betul-betul desain visual ? desain visual seperti apa yang akan berdampak optimal bagi proyek ini ? Intinya adalah bahwa proyek akan dapat diinisiasi lebih efektif kalau setiap personel tahu secara spesifik karakteristik dari proyeknya dan tenaga profesional seperti apa yang dibutuhkan Apabila perlu, diskusikan karakter dan kebutuhan proyek dengan konsultan yang relevan.
Know Your Partner
Riset akan sangat berguna dalam bentuk yang paling sederhana sekalipun. Cari tahu lebih banyak mengenai calon partner.Cermati portfolio (karya dan attitude) nya. Seleksi pertama harus berjalan melalui itu. Simak personalitasnya, be very sensitive. Seringkali masalah muncul karena salah satu atau kedua belah pihak sudah bermasalah sebelum proyek diinisiasi namun gagal dikenali atau dianggap tidak penting (suatu saat kita mungkin harus menamparkan mouse yang kita pegang ke kepala kita sendiri supaya selalu ingat bahwa mempersiapkan dengan cermat segala sesuatunya diawal proses akan jauh lebih efektif – seringkali seperti menabung langkah - daripada mempercepat pengerjaan proyek tanpa persiapan yang memadai. Come on man. Bade kamarana atuh ?!).
Diskusikan terlebih dahulu secara rinci kebutuhan kreatifitas proyek, karakteristik karya, dan hal-hal yang terkait dengan pengerjaannya, sampai tidak ada satu halpun yang mengganjal. Apabila tidak dapat diusahakan titik temu, tidak usah merasa terbebani. Kadang cara pandang dan kebiasaan kerja yang sudah demikian terpola memang sulit untuk dirubah dalam waktu cepat. It’s humanely ok. Yang jelas, sebelum surat kontrak ditanda tangani, klien atau desainer betul-betul dalam posisi bebas untuk mencari pasangan kreatif dan partner ekonomi-nya ;-). Kalao calon partner researchedly ok, langkah selanjutnya akan lebih mudah dilakukan.
Work with it
Ya. Bekerjalah bersama, berkolaborasilah. Kita harus akui bahwa karya desain by order adalah teamwork. Tidak ada alasan untuk tidak mendengarkan masukan selama didiskusikan secara intensif dan dalam semangat kolaboratif.
Jangan lupa buat pencatatan yang mencukupi. Surat kontrak kerja dan kelengkapan administrasi lain adalah item yang kelihatannya remeh, namun seringkali terbukti fungsional dalam menjaga kerja sama agar tetap berjalan di relnya.
Saya piker selama kedua belah pihak saling mengenali karakter dan posisinya masing-masing, mensiapkan dan memperlakukan segala sesuatu dengan cermat - baik sebelum proyek mulai - ketika proyek sedang berjalan dan sesudah proyek selesai – mendiskusikan segala sesuatunya secara teliti, tidak ada satupun yang dapat melemahkan prospek hasilnya kecuali, well tentu saja, Force Majeur (jangan lupa diskusikan point ini sebelum sign kontrak). Melalui tulisan ini saya ingin mendiskusikan bahwa permasalahan yang utamanya bukanlah waktu atau deadline yang terlalu ketat, bukan biaya yang tidak mencukupi, bukan pula masalah ketidak lengkapan administrasi, kemiskinan kreatifitas atau yang lainnya, melainkan satu kondisi dimana kita gagal melihat desain sebagai sesuatu yang penting dan berharga yang membutuhkan treatment khusus di setiap sisinya. Dalam kondisi ini pantas saja banyak proyek desain bermasalah ;-).
Tuesday, November 07, 2006
0