Senang sekali punya teman yang bisa diajak bukan cuman kerja bareng dan cari duit, tapi juga tukar pikiran. Ricky definitely one of that kind of friends. Meskipun belajar desain secara otodidak, begitu beres kuliah, sampe sekarang Ricky sudah bertahun-tahun menekuni dunia desain grafis ini. Selama hampir dua tahun ini Ricky ada di Kalimantan. Ngedesain properti buat program kampanye penyelamatan hutan dan beruang made (Serius !) yang dikembangin sama satu LSM lokal. Begitu saya kirim surat yang isinya pengen menginventori masalah-masalah yang ada di design scene lokal (yang mudah-mudahan bisa bermanfaat buat -minimal- bikin desainer jadi lebih melek 'masalah' - gak naif dan lebih siap ngerespon dunianya). Santai aja ya...
Ricky wrote:
" .... Bila harus dipetakan, masalah-masalah yang pernah dan masih dialami sebagai praktisi desain grafis non akademis adalah sbb:
1. Komunitas
Buat saya sebagai desainer grafis non akademis sangat memerlukan komunitas untuk bisa saling bertegur sapa dengan 'mahluk' sesama desiner grafis. terutama dalam scene lokal (Bandung). Mungkin bisa mengikuti contoh KPB (Komunitas Pemotret Bandung) yang merupakan komunitas fotografer wedding, yang dalam 4-5 tahun perjalanannya bisa mengikat banyak orang untuk berbuat sesuatu di luar aktivitas utama (memotret wedding).
2. Edukasi
Edukasi untuk desainer non teknis sangat diperlukan. Terutama dari sisi manajerial dan marketing. Naik itu untuk pribadi maupun untuk lembaga aatu perusahaan. Edukasi ini bisa diperoleh dengan gratis bila sesama desainer bisa saling kenal, bertemu dan saling share
3.Kemampuan analisis dan artistik
kemampuan menganalisis masalah yang dihadapi klien atau konsumen menjadi bagian yang penting. Sebagai Solution maker, desainer harus bisa mewujudkan suatu analisis yang tentu sja bisa divisualisasikan dengan artistik. Bagi desainer sekolahan mungkin hal tersebut bukan masalah utama, tapi bagi desainer non akademis, perlu semanagat dan tekad agar bisa mempelajari masalah tersebut.
4.software
Nah ini yang juga mengancam. Semenjak Microsoft dan BSA (Bussiness Software Alliance) melancarkan serangan terhadap software bajakan di Indonesia, bagi desainer yang menggunakan PC dengan software bajakan (dari OS hingga pengolah gambar) hal ini memberi sedikit tekanan. Bagi deasiner dan atau rumah produksi yang memiliki kemampuan modal nampaknya tak masalah untuk membeli software original. Tapi bagi desainer 'kere dan paspasan' USD 2500 untuk sistem komputer desain lengkap sangat memberatkan. Harus mengajak komunitas programmer atau IT serta komunitas open source untuk berbagi...
Jadi masalahnya, apa masalahnya? Sakieu we heula... "
RICKY NUGRAHA
0 comments:
Post a Comment